Oleh: Trisna Wulandari
Yusran duduk lemas di kursinya. Ditopangkannya dagu ke tangan. Di hadapannya, meja makan belum lagi terisi. Kosong. Cemberut, dipalingkannya wajah ke emaknya yang sibuk menyalakan kompor minyak.
“Mak, buka masih lama ya?”
“Kenapa? Uran sudah lapar?” ditatapnya Yusran, menahan geli melihat cemberutnya. “Tunggu saja sebentar lagi, belum juga adzan, Ran,” lanjutnya sambil mulai menggulai.
Yusranpun bangkit dari kursinya, beralih ke ruang tamu. Diambilnya sesuatu dari bawah meja tamu, lalu dibawanya ke dapur. Hampir saja dilepaskannya genggaman dari sesuatu yang dibawanya itu bila Emak tak segera berseru.
“Ondeh Uraan, kau bawa pula kucing tu kemari? Meloncat dia ke lauk kita nanti!”
Yusran menoleh ke kuali yang dijerangkan Emaknya. Gulai ikan. Cemberut di wajahnya berganti cengiran. Terbirit-birit digendongnya kucing gemuk itu ke ruang tamu. Emak geleng-geleng melihat anaknya yang belum SD itu. Bukannya gulai ikan, malah bisa-bisa gulai kucing yang kubuat nanti, gelak Emak dalam hati.
Di ruang tamu, Yusran menggelitiki perut kucing kesayangannya. Ditatapnya sebal kucingnya yang tak kunjung bangun. “Hei Mon, bangunlaah! Pemalas kali kau, hendak meniru-niru aku heh?” Matanya mengerling ke perut Emon yang buncit. “Ini ada isinya kah, Mon? Adik seperti punya emakku?” tanyanya.
Emon menggeliat menyipitkan matanya. Yusran menggaruk-garuk dagu kucingnya. Girang dilihatnya Emon yang terbangun. Tapi saat baru berpikir hendak bermain apa, adzan berkumandang. Serta-merta Yusran bangkit dari duduknya, berlari ke dapur mengambil pabukoan₁ yang disiapkan Emaknya. Emon yang dipangkunya terlempar sampai ke dekat pintu.
MIAAW! ngeong Emon sebal.
—
Sambil mengunyah tahu isi, Yusran memilih-milih risoles dengan tangan kanannya. Emak yang duduk di seberangnya lagi-lagi geleng kepala.
“Rakusnya.. Kalau Abak lihat, bisa dimarahi kau Ran,” ujar Emak.
“Tidak lah, Abak kan baik,” tukasnya di sela-sela kunyah. “Kapan Abak pulang, Mak?” tanyanya lagi.
Belum sempat emaknya menjawab, terdengar ketukan dari pintu depan. Mereka bergegas ke ruang tamu. Pak Marli rupanya.
“Telepon, Dar. Dari suamimu,” ujar tetangga mereka itu. Emak dan Yusran saling berpandangan, tersenyum. Mereka pun segera mengikuti langkah Pak Marli ke rumahnya.
“Assalamu’alaikum, Uda,” sapa Emak di ujung telepon.
“Waalaikumussalam, Dar..Baa kaba₂?” sahut suaminya.
“Elok, Uda.. Yusran elok pulo, si ketek elok pulo₃,” ujarnya sambil mengelus perut.
“Alhamdulillah..kira-kira kapan lahirnya, Dar?”
“Mungkin seminggu-dua minggu habis lebaran, Uda. Uda kapan pulang?”
“Sehari sebelum lebaran, Dar. Sekarang masih banyak yang belum dicor,” jawab udanya.
Yusran yang sedari tadi menanti di samping telepon, menggamit lengan emaknya.
“Yo lah Uda, ini Uran mau bicara,” ujar Emak. Diberikannya gagang telepon pada anaknya.
“Abak!!”
“Iyo Ran..lai sehat₄?”
“Sehat Bak! Abak cepat pulang ya, Uran masuk sekolah nanti setelah lebaran. Nanti Abak antarkan Uran ke sekolah ya?”
“Iyo nak, jangan nakal-nakal ya?”
“Iya Abak.”
—
Hari ini Amak sibuk sekali. Besok Abak pulang. Diaduknya sesekali kalio yang terjerang di atas kompor, sambil terus membentuk-bentuk adonan kue untuk Yusran dan pesanan tetangga.
Sementara itu, Yusran bermain-main dengan Emon di ruang tamu. Ditaburkannya kerang-kerang di sekitar kucing itu, membuat Emon sibuk menoleh kiri-kanan mendengar denting kerang yang berjatuhan. Tapi sambil menggoyang-goyangkan kepalanya, kucing gemuk itu sibuk mengendus-endus. Kakinya perlahan beranjak ke dapur.
“Aiish, nakal! Lapar, ya? Lapar? Sabarlah, Moon. Aku pun lapar.. Kalau kau masuk ke dapur sekarang, nanti kau digoreng Emak! Tak mau, kan?” Yusran berusaha menggendong Emon, mengajaknya kembali bermain. Tapi Emon menggeliat gelisah dalam pangkuannya, sebentar-sebentar ingin kabur ke dapur.
“Ck si gendut ni.. main keluar sajalah kita! Kita ke halaman ya? Ya Mon?” Yusranpun bangkit dari lantai, menggendong ayun Emon keluar.
Di dapur, Amak masih sibuk mencetak kue. Diletakkannya adonan-adonan yang telah berbentuk kura-kura sesuai pesanan Yusran itu di atas baki. Saat akan memindahkan adonan lagi, dilihatnya baki. Penuh. Bergegas diambilnya baki dari dalam lemari ruang tengah.
Di halaman luar rumah, Emon gelisah. Sedari tadi ia mengeong-ngeong pada Yusran, meminta makan. Yusran yang memangkunya di halaman samping mengeratkan genggamannya.
“Sabar Mon, sabar. Emak belum lagi selesai memasak. Nanti kau dipanggangnya, biar jadi kue lebaranku, mau?” ancam Yusran. Baru saja ia akan meletakkan pantatnya ke tanah, ketika sesuatu menggeliat di hadapannya.
“Amaaaaakkkk, cacing maaaakk!!” jerit Yusran geli. Sontak ia bangun berdiri. Ia lemparkan Emon dari pangkuannya. Emon sigap berlari ke halaman belakang. Dilihatnya pintu belakang terbuka. Ia masuk ke dapur. Perlahan ia mendekat ke kompor. Kaki depannya menggapai-gapai sutil di kuali.
“Emon!!” teriak Yusran di depan pintu belakang. Emon yang terperanjat kaget meloncat ke bawah meja. Kakinya tersandung kompor yang menyala hingga jatuh. Yusran bergegas menangkap Emon di bawah meja. Tak dihiraukannya kompor yang tergeletak dengan cepat membakar lantai dan dinding kayunya.
Emak yang kerepotan mengambil baki-baki dari ruang tengah terkejut mendengar suara kuali jatuh. Cepat-cepat ia berlari ke dapur yang mulai berasap. Dilihatnya tak ada siapa-siapa di dalam dapur. Terengah ia berlari ke ruang tamu. Yusran tidak ada. Bergegas Emak berkeliling mencari anaknya di halaman. Emak panik. Tadi rasanya ia mendengar teriakan Yusran dari luar rumah dan dekat dapur.
Kembali ia berlari masuk ke rumahnya yang sudah mengobarkan api. Di dalam dapur, ia berteriak-teriak histeris memanggil anaknya. Tak dipedulikannya api yang mulai menjilat baju dan kakinya yang tak beralas. Di bawah meja, Yusran tergolek menahan perih jilat api, merintih menyahut emaknya sambil memeluk Emon yang legam terbakar.
“Emak..”
—
Kasim membuka matanya perlahan. Sudah lima jam sepertinya ia terlelap di dalam bus. Dilihatnya pohon-pohon yang berlari di balik jendela. Terbayang olehnya Dar dan Yusran yang tersenyum di pintu, menyambut dirinya nanti.
“Abak pulang hari ini, Nak..”
***
Catatan:
₁Pabukoan= Makanan untuk berbuka
₂Baa kaba= Bagaimana kabar
₃ Elok, Uda.. Yusran elok pulo, si ketek elok pulo= Baik, Bang.. Yusran juga baik, Si Kecil pun baik
₄ lai sehat= Sehatkah?
kira cerita bahagia… ternyata… 😦
SukaSuka