Pendekatan Sufistik: Jiwa, Hikmah, dan Keseimbangan Global

oleh

inci

.

Secara sufistik, politik luar negeri dan kebijakan ekonomi dapat dibaca sebagai manifestasi dari pertarungan batin antara ketamakan duniawi (nafs al-ammâra) dan kebutuhan memahami Allah dalam kerjasama antarumat manusia (nafs al-lawwâma dan nafs al-mutmaʼinna). Kebijakan Trump akhir‑akhir ini merefleksikan dominasi ketamakan akan proteksi nasional dan ketakutan terhadap ketergantungan eksternal, yang bagi sufis adalah simbol dari ketidakseimbangan dalam dunia hati.

🔹 Kebijakan Tarif dalam Perspektif Sufi

Ketegasan dan Titik Temu

Trump kembali mengumumkan tarif 30 % atas impor dari Uni Eropa dan Meksiko, yang akan berlaku sejak 1 Agustus 2025, dengan alasan ketidakseimbangan perdagangan dan krisis fentanyl  . Selain itu, tarif 25 % – 50 % diberlakukan terhadap komoditas seperti mobil, baja, aluminium, dan tembaga  .

Secara sufistik, langkah ini bisa dilihat sebagai upaya penegakan batas (ḥudūd) untuk menjaga martabat nasional. Namun dari perspektif ketenangan jiwa hakiki, tarif yang ekstrem menciptakan kegelisahan konsumen dan ketidakpastian global, seolah nafs al-ammâra menguasai ruang dialog, menutup ruang rekonsiliasi.

Dampaknya

Organisasi seperti OECD memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi AS turun menjadi 1.6 % di 2025, dari 2.8 % pada 2024, sementara global melambat ke 2.9 %  . WTO memperingatkan risiko kontraksi perdagangan hingga −0.2 % dengan potensi turun hingga −1.5 % jika tarif paling ekstrem diterapkan  .

Pengadilan federal bahkan menganggap penggunaan IEEPA oleh Trump untuk kenakan tarif universal melampaui batas kekuasaan eksekutif dan mengeluarkan injunction hukum — meskipun sedang dalam banding  . Ini mencerminkan bahwa ketamakan berlebihan akan dominasi ekonomi bisa terbentur oleh prinsip keadilan hukum.

🔹 Hubungan dengan BRICS

Sejalan dengan retorik proteksionis, di KTT BRICS Rio de Janeiro, Trump memperingatkan bahwa negara yang mendukung kebijakan «anti‑Amerika» BRICS akan dikenai tarif tambahan 10 %  . Posisi ini mencerminkan kontras antara pendekatan sufistik multikultural, yang mengedepankan kerjasama dan harmoni antarbangsa, dengan strategi unilateral yang justru membatasi kebebasan khazanah global.

Secara sufistik, semangat BRICS—sebuah koalisi ekonomi global berbasis banyak negara berkembang—bisa dilihat sebagai wujud arus keseimbangan universal (tawāzun syarīq), sementara kebijakan Trump cenderung bersifat egosentris dan isolasionis (nafs al-mutma’inna yang ditiadakan).

🔹 Konteks Timur Tengah & Dukungan AS

Israel–Gaza dan Bantuan Militer

Presiden Trump melanjutkan dukungan militer besar kepada Israel, termasuk persetujuan penjualan senjata senilai $2.5 miliar lebih, serta tawaran kepada AS untuk mengambil alih Gaza dan melakukan rekonstruksi besar-besaran (). Kebijakan ini berpadu dengan penolakan AS memveto resolusi DK PBB yang menyerukan pengangkatan blokade pangan dan bantuan kemanusiaan ke Gaza ().

Secara sufistik, dukungan militer ekstrem mencerminkan dominasi ego kolektif di atas jiwa-jiwa yang haus akan perdamaian. Sufi akan menekankan pentingnya raḥmah (belas kasih) bagi korban perang dan mencari titik temu dialog, bukan melanggengkan konfrontasi.

Gencatan dengan Houthi

Trump juga mencapai gencatan senjata dengan Houthi di Yaman yang ditengahi Oman pada 6 Mei 2025, menghentikan serangan terhadap kapal di Laut Merah; meski bukan bagian dari konflik Israel, ini menunjukkan adanya ruang pragmatisme dalam menengahi konflik yang melibatkan Iran secara tidak langsung ().

Dalam terminologi sufistik, ini seperti nafs al-lawwāma yang terpuji — menyadari pentingnya kompromi atas kekerasan, dan memungkinkan momentum untuk transformasi kolektif.

🧘‍♂️ Refleksi Sufistik & Hikmah Batiniah

Keseimbangan (tawāzun): Kebijakan tariffication ekstrim bisa merusak keseimbangan global. Sufistik mengajak sikap wasat (moderasi) – melindungi industri domestik tanpa mengasingkan dunia. Belas kasih (raḥmah): Dalam konflik Timur Tengah, jalan perdamaian dan bantuan kemanusiaan yang adil mencerminkan rahmat ilahi; bukan dominasi militer semata. Keterbukaan dialog dan pemerintahan (shūrā): BRICS mencerminkan nilai dialog multi-pihak. Pendekatan unilateral cenderung menutup ruang musyawarah, berlawanan dengan nilai sufistik. Kesadaran hukum dan moral: Instrumen IEEPA yang dipermasalahkan secara hukum menunjukkan keterbatasan kekuasaan negara tanpa legitimasi moral dan legal yang jelas. Hukum dan hikmah harus sejalan.

✴️ Kesimpulan

Dalam satu bulan terakhir, kebijakan Trump memperlihatkan dominasi aspek material dan proteksionis—tarif tinggi, tekanan terhadap aliansi global, dan dukungan militer tanpa syarat. Namun dalam sudut pandang sufistik, keberhasilan sejati muncul dari keseimbangan antara kekuatan dan belas kasih, dialog dan keadilan, serta kemampuan memimpin tanpa melupakan tanggung jawab kemanusiaan.

Kebijakan yang menyeimbangkan kekuatan struktur dan ketenangan spiritual lebih layak disebut sebagai kebijakan bijak dan abadi.


Tinggalkan komentar