kalabendana

oleh

inci

raden kalabendana, putra arimbaka, tergolong kalangan raksasa. jiwanya teguh, jujur dan setia. kelemahannya, ia terlalu jujur dan sulit menyimpan rahasia.

dalam kisah pewayangan ia mati tanpa sengaja terpukul gatotkaca. innalillahi.

soal setia dan jujur adalah persoalan sulit. sejenis karakter otentik.
orang jujur sudah pasti berani. yakin saja. banyak orang jujur yang tak memiliki paket berani, maka ia dikalahkan oleh kenyataan menjadi sosok pengecut. jujur yang tak pernah berani ambil risiko.

demikian juga hak dengan peluru intelektualitas yang diperoleh berdarah-darah, namun tanpa dihinggapi keberanian, maka yang terjadi adalah sekadar terjebak kesetiaan pada jabatan.

bukan pada lembaga.

berkaca dari kisah keluarga mafia don corleone atau kisah keluarga sopranos, atau peaky blinders yang mengisahkan keluarga shelby? ada yang serupa: kesetiaan. jiwa korsa yang menjulang. esprit de corps. yang dipertaruhkan tidak lagi jabatan, tapi nyawa bagi nama besar keluarga.

jiwa korsa adalah ejawantah dari perasaan bangga. persaudaraan. kesetiaan bersama yang dianut oleh para anggota.

satupadu, satu teguh, terberai kita runtuh.

seperti raden kalabendana, risiko jujur, berani, adalah mati.
bukankah itu sebuah keniscayaan. matilah kamu, maka kamu akan merasa lebih hidup. mati harapan, mati asmara, mati karir, mati masadepan, dan percaya saja kematian semacam ini hanya kematian kecil sementara. jika berhasil bangkit, maka yang terpancar di hati adalah hidup yang lebih hidup. kematian semu yang tak nyata

belajar untuk berani ambil risiko. bukan hanya sebagai pendongeng narasi deskriptif gejala supply dan demand. namun berani ambil posisi dan opini. pertaruhan yang mengasyikkan justru adalah soal keberanian atas hasil olah data, proyeksi ke depan, dan dengan lantang disuarakan. ekspektasi yang dipertahankan

jika tepat, kredibilitas dengan sendirinya akan menebal. jika yang terjadi adalah sekadar cerita, dan bukan cita-cita, maka kita bagai mobil lamborghini milik A Raffi. mahal, mentereng, tapi hanya bisa untuk menepuk dada

setialah pada lembaga. jujurlah pada nurani. dan bukan kepada sosok sementara. jika hal ini menjadi budaya: innalillahi.

salam anget


Tinggalkan komentar